Assalamualaikum wr wb.
Apa kabar teman-teman? Semoga dalam keadaan baik dan selalu mendapat keberkahan dalam menjalani hidup di dunia yang hanya sebentar ini. Judul di atas sengaja saya gunakan sebagai bahan renungan hari ini terutama terkait dengan kesadaran tentang bagaimana posisi kita dalam peta kehidupan ini. Pernyataan tersebut kadang pernah kita dengar dari seorang pemuda yang sedang berargumentasi dengan orang-tuanya. Relevankah sebenarnya pernyataan tersebut?
Menurut saya, tegas sekali bahwa pernyataan tersebut tak relevan dan seharusnya tak pernah muncul di dunia ini. Mengapa? Sebelum kita dilahirkan di dunia ini, wujud kita masih dalam bentuk embrio dan masih belum punya nalar untuk memilih. Jangankan sebuah embrio, ketika tumbuh menjadi seorang bayi dan kemudian tumbuh menjadi remaja usia 10 atau 12 tahun bisa dikatakan kita masih belum memiliki nalar untuk memilih dengan baik. Memilih yang sifatnya reaktif, seperti anak balita lebih memilih coklat dari pada tablet obat merupakan kewajaran. Namun untuk memilih yang memerlukan pemikiran mendalam, baru bisa dilakukan anak usia 10 – 12 tahun saat akil baliq. Artinya, kita memang tak pernah dihadapkan pada situasi memilih saat masih belum dilahirkan.
Seorang manusia yang dilahirkan justru harusnya bangga karena di dalam dirinya ada jiwa sebagai seorang pemenang makanya ia bisa terlahirkan. Proses pembuahan yang merupakan pertemuan sebuah sel mani laki-laki dengan indung telur (perempuan) merupakan perjuangan dimana dari jutaan sel mani laki-laki yang kemudian terpilih satu yang bisa bergabung dengan sel telur. Jadi, seorang anak manusia telah membuktikan bahwa dirinya adalah seorang pemenang.
Sebagai seorang pemenang tak relevan lagi mengatakan bahwa ia tak pernah minta untuk dilahirkan justru sebaliknya ia harus bangga bahwa sebagai manusia pilihan yang dikirim ke muka bumi ini setelah bertarung dengan jutaan lainnya. Ibaratnya kita dipilih oleh rakyat menjadi pemimpin bangsa ini menjadi seorang presiden negara kesatuan Republik Indonesia, pantaskah kita memberi pernyataan bahwa kita tak pernah minta untuk jadi presiden?
Pertanyaan yang relevan sebagai seorang pemenang adalah: Apa tujuan saya di bumi ini? Bagaimana caranya mencapai tujuan tersebut? Apa ada contoh yang berhasil mencapai tujuan tersebut? Untuk menjawab tiga pertanyaan tersebut, sebagai seorang muslim ia harus kembali meninjau makna tauhid dari dua kalimat syahadat yang merupakan ikrar seorang muslim atas keesaan Allah subhanahu wata’ala.
Tujuan hidup seorang muslim sudah sangat jelas, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Apapun peran seorang mukmin dalam menjalani kehidupan ini, apakah ia seorang tukang sapu, tukang cuci, pedagang kelontong, tukang becak, kondektur bus, supir angkot, karyawan, penyelia (supervisor), manajer maupun direktur tujuan akhirnya tetap, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Bila seorang sudah begitu terperdaya dengan kehidupan dunia dan telah meleset tujuannya menjadi memupuk harta dan menggalang kekuatan untuk mendapatkan kekuasaan, ini jelas melenceng dan membuat Allah SWT murka kepadanya. Kehidupan di dunia ini memang, subhanAllah, banyak sekali cobaan dan godaan yang dilakukan oleh setan dan iblis dengan tujuan mempengaruhi pikiran manusia agar semakin menjauh dari tujuan menuju Allah SWT karena memang setan dan iblis menginginkan kita mengikuti jalan mereka, jalan kesesatan.
Seorang tukang sapu yang faham betul akan tujuan hidupnya, menjalani tugasnya dengan penuh tanggung-jawab karena ia meyakini bahwa tugas yang ia emban merupakan amanah yang wajib ia lakukan dengan serius. Ia tak menganggap dirinya hanya sebagai seorang tukang sapu namun sebagai seorang pemenang yang dipercayai membuat keindahan dengan menyapu bersih kantor tempatnya bertugas dari segala jenis kotoran, sampah dan kuman-kuman. Ia yakin bahwa tugasnya mulia karena selalu membuat keindahan sedangkan Allah SWT menyukai keindahan. Ia menjalani perannya dengan rasa syukur karena telah diberi penghidupan dan kehidupan oleh Allah SWT.
Seorang Direktur Utama yang memahami tujuan hidupnya akan selalu berupaya memimpin perusahaannya secara bijaksana mencapai tujuannya meningkatkan laba usaha dengan memperhatikan peningkatan kesejahteraan bagi karyawannya. Ia melihat karyawannya bukan sebagai faktor produksi namun sebagai mitra kerja untuk menumbuh-kembangkan perusahaan. Ia sadar bahwa jabatan puncak yang diemban merupakan amanah untuk melakukan perubahan menuju perubahan yang lebih baik, bukan untuk penyalah-gunaan wewenang demi kepentingan pribadi dan golongannya.
Cara-cara untuk menuju Allah sudah ada pedomannya yaitu Islam dengan panduan Al Quran dan Hadits. Artinya, seorang muslim tak cukup hanya memiliki tujuan menuju Allah SWT namun juga harus tahu aturan main tentang hal-hal yang disukai dan dibenci Allah SWT. Ibarat kita ditugaskan menuju Surabaya dari Jakarta, namun kita tidak diberi tahu dimana lokasi Surabaya dan moda transportasi yang tersedia. Artinya, dengan bekal memiliki tujuan saja belumlah cukup meskipun tujuan tersebut sudah sangat jelas. Untuk mencapai tujuan tersebut harus ada pedomannya. Sedangkan Allah SWT sudah menjelaskan bahwa:
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa ,
(Al Baqarah 2:2)
Maka tak perlu ragu lagi untuk meyakini bahwa Al Quran merupakan petunjuk bagi orang yang bertaqwa, tanpa sedikitpun keraguan. Yang berfirman ini adalah Allah, pencipta Al Quran, pencipta manusia dan alam raya ini. Allah Maha Tahu segalanya tentang manusia dan juga seluruh alam ini karena Dia yang menciptakan. Dia Maha Tahu bahwa manusia harus menjalani kehidupan dengan pegangan dan pedoman yang kuat dan jelas. Karena Allah yang menciptakan, Dia memahami keseluruhan hal yang diperlukan di kehidupan ini. Al Quran berisi segala hal yang mengatur kehidupan manusia ini agar bisa menuju Allah. Selain Al Quran yang berisi pedoman mendasar dan perlu penafsiran yang mendalam, manusia bisa merujuk juga kepada Hadits yang merupakan kumpulan dari semua ucapan dan tindakan Rasul sepanjang hidupnya.
Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wa sallam merupakan contoh manusia ideal bagi seluruh muslimin sebagai acuan dalam perilaku sehari-hari. Rasul merupakan manusia pilihan Allah yang dalam kehariannya menjalankan akhlak Al Quran – artinya setiap pemikiran dan tindakannya merupakan implementasi dari yang tertulis di Al Quran. Masya Allah …! Kita bisa renungkan disini betapa komprehensif grand strategy Allah SWT untuk kaum yang beriman. Untuk menuju Allah, Dia telah tetapkan caranya dan sekaligus Dia tunjukkan bahwa cara tersebut ampuh dan bisa dijalankan oleh manusia dengan percontohan nabi Muhammad. Kurang apa lagi Allah SWT menyiapkan segala sesuatunya buat kita? Tugas kita tinggal mencontohnya saja.
Sayang sekali bila kita tak mau mengikuti perilaku Rasul. Lihat saja dalam hal menjalankan shalat fardhu, masih saja banyak yang beranggapan bahwa yang penting didirikan lima kali dalam sehari. Padahal, Rasul selalu mencontohkan bahwa shalat fardhu dikerjakan secara berjamaah di masjid pada awal waktu, untuk semua ikhwan. Berapa persen manusia yang mau mengikuti contoh nyata ini? Sedikit sekali; mungkin tak sampai 10%. Alasannya bisa variatif: masih nanggung menyelesaikan tugas, masih ada waktu sampai adzan selanjutnya, Allah maha pemurah – shalat bisa kapan saja. Padahal banyak yang faham bahwa shalat adalah hal terpenting setelah dua kalimat syahadat. Tak hanya itu, banyak yang tahu bahwa shalat merupakan hal pertama yang dihisab di hari bangkit nanti. Namun, tetap saja manusia meremehkan contoh baik yang diberikan Rasul – padahal senuanya tak ada yang menolak naik ke surga. Masih banyak lagi hal-hal yang telah dicontohkan Baginda Rasul dalam membentuk pribadi yang Islami (syakhsiyah Islamiyah).
Kesimpulan
Pernyataan “Saya tak pernah minta untuk dilahirkan” sangat tak relevan diungkapkan oleh seorang muslim. Seorang muslim harus berpikiran visioner, memaknai syahadatain sebagai sebuah ikrar, memahami bahwa tujuan hidupnya adalah Allah SWT, pedomannya adalah dienul Islam dan contohnya adalah Rasulullah. Semoga kita mendapatkan ridhla dari Allah SWT sebagai golongan orang yang bertaqwa. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.
Wallahualam bishawab
Wassalamualaikum wr wb.
Gatot Widayanto
Catatan:
Tulisan di atas bukan berarti terus menepis tanggung-jawab orangtua dalam mendidik anak karena memang kewajiban setiap orang yang mempunyai anak.
17 September 2012