Assalamualaikum wr wb.
Siang ini tadi saya mendapatkan pembelajaran hidup yang luar biasa karena terkait dengan mencari rizqi yang halal dari Allah SWT. Dua hari lalu saya dihubungi oleh seorang teman baik (IS) yang menanyakan ketersediaan saya untuk menjadi Facilitator sebuah rapat penting selama dua hari di kota Makassar untuk salah satu kliennya. Setelah dari segi waktu saya OK, kemudian teman saya menanyakan apakah saya bisa mencarikan Co-Facilitator yang bisa membantu saya selama dua hari rapat tersebut karena pesertanya cukup banyak, sekurangnya ada 50 orang. Akhirnya saya mencari Co-Facilitator dan tertuju kepada seseorang yang selama ini saya kenal karena sama-sama pernah menjadi Facilitator di sekitar tahun 2005 atau 2006. Saya juga di awal tahun ini pernah membantu dia di salah satu kliennya. Sebut saja namanya X.
Ternyata, pada waktu yang sama si X ini juga ada acara yang sama di kota yang sama juga namun malam hari, sedangkan acara saya di pagi dan siang hari saja. Usut punya usut, ternyata acara saya dengan X ini sama, tentu dengan klien yang sama juga. Bedanya, X bertindak sebagai event organizer (EO) yang memegang acara di malam harinya. Kemudian, kemarin saya menerima WA message dari X menyatakan bahwa dia mundur sebagai Co-Facilitator karena merasa tidak enak dengan klien pegang dua fungsi sebagai Facilitator dan sebagai EO. Saya bisa mengerti keputusan dia.
Pagi ini saya berkesempatan bicara langsung dengan klien dan panjang-lebar membahas tentang rapat yang akan digelar itu materinya apa dan hasil akhir yang ingin dicapai apa. Dari pembicaraan, saya menyimpulkan bahwa peran Co-Facilitator jadi tak diperlukan mengingat peserta akan banyak melakukan presentasi dan peserta lain memberikan masukan. Pembicaraan akhirnya berujung kepada aspek komersial dan juga kesediaan saya bila kontraknya disatukan dengan kontrak EO agar mudah penanganannya dari segi pengadaan. Saya menyatakan tak ada masalah.
Tak lama kemudian, ba’da Jumatan, saya menerima WA message dari klien yang menyatakan bahwa sebaiknya saya berbicara dengan X karena ternyata X juga mengajukan diri dan sanggup sebagai Facilitator di acara pagi dan siang harinya. Saya terkaget-kaget dengan berita ini karena bertentangan dengan WA dari X yang saya terima kemarin bahwa dia tidak mau terlibat sebagai Facilitator rapat nya karena mau fokus di acara EO pada malam harinya. Saya langsung jawab ke klien bahwa, semuanya saya serahkan saja ke Klien maunya apa dan putuskan siapa yang dipilih sebagai Facilitator. Tapi saya menolak untuk melakukan pembicaraan dengan X karena sepanjang yang saya tahu mestinya X tak mengajukan diri sebagai Facilitator seperti bunyi WA nya ke saya.
Kejadian ini jelas merupakan pembelajaran bagi saya karena saya sungguh kaget adanya perbedaan sikap X terhadap saya dan kepada Klien. Secara garis besar, X mungkin ingin mendapatkan kontrak yang lebih besar dengan mengajukan dirinya sebagai Facilitator meski sebelumnya peran itu ditawarkan ke saya. Bila memang ia berniat seperti itu, logis bila ia kemudian menolak sebagai Co-Facilitator, seperti ia katakan kepada saya. Namun alasannya ke saya agar Klien tak bosan (overwhelmed) dengan dirinya karena memegang acara dari pagi sampai dengan malam. Kenyataannya, ia menelikung dari belakang dengan mengajukan diri sebagai Facilitator. Dalam kasus seperti ini, saya tak mau ribut karena semuanya tentu diatur oleh Allah Tabaroka Wa Taala. KeputusanNya selalu yang terbaik. Biarlah Allah yang memutuskan.
Wassalamualaikum wr wb.