Hari ini jadwal saya padat karena pagi hari memenuhi undangan seminar dan workshop yang diselenggarakan oleh SMERU Research Institute yang tentu tak bisa saya lewatkan mengingat saya seperti sudah memiliki hubungan emosional dengan SMERU serta orang-orang di dalamnya. Ini semua berawal ketika tahun 2011 saya membantu lembaga ini untuk mengkaji pengembangan organisasinya. Selanjutnya pertemanan terjalin dengan baik dengan Pak Asep, Bu Anti, Bu Dyan, Pak Sudarno dan banyak peneliti lainnya.
Namun, bukan masalah itu yang saya ingin bahas. Justru masalah hari ini yang sempat membuat saya agak emosi karena menyesakkan dada. Praktis selama pagi sampe siang hari saya tak bisa mengamati perkembangan di email saya karena ruang seminar di Grand Sahid Jaya tak memberikan sinyal kuat untuk HP saya sehingga email maupun WA jadi ngadat dan saya memang sedang konsentrasi mengikuti acara yang dibuka oleh Prof Dr. Boediono (eks Wapres) ini. Ketika saya sudah keluar acara sekitar pukul 13:30 barulah saya sadar ada undangan rapat pukul 15:00 di klien saya. Yang saya lakukan, saya segera membalas email kepada yang mengundang bahwa saya mengusulkan rapat diundur ke bada Ashar dengan alasan shalat wustha itu sangat amat penting sehingga perlu diutamakan. Ternyata si pengundang tak bisa mengundur waktu karena pihak lain yang diundang bisanya ya pada jam 15:00. Saya balas lai bahwa hidup di dunia ini hanya senda gurau, tak ada yang lebih penting dari shalat lima waktu berjamaah di masjid pada awal waktu. Si pengundang minta maaf tak bisa merubah jadwal dan mengusulkan nanti pas rapat saja semuanya diajak shalat Ashar berjamaah. Ya sudahlah …
Rapat akhirnya baru dimulai pukul 15:05 sedangkan jadwal Ashar pukul 15:13 hari ini. Ketika rapat akan dimulai saya sudah sampaikan bahwa sebentar lagi masuk Ashar. Si pengundang (inisial AS) mengatakan akan memulai saja rapat dan sebentar saja rapatnya. Pihak lain yang diundang (inisial M) saya juga tahu bahwa ilmu agama dan bacaan Qurannya bagus sekali. Yang terjadi ketika adzan bunyi di PA system, baik AS maupun M terus aja nyerocos melanjutkan rapat hingga akhirnya baru usai pukul 15:45. Padahal saya sudah berulangkali mengingatkan untuk shalat Ashar. Setelah rapat baru M bilang bahwa ia mau ashar. Saya timpali bahwa sebaiknya tadi kita break dulu untuk Ashar. Dia tak bereaksi apapun dan menunjukkan mimik bahwa sudah biasa dia shalat di akhir waktu.
Duh! Saya keselnya bukan main karena akhirnya saya harus shalat sendiri, tak lagi berjamaah. Bagi saya ini sudah raport merah karena semuanya mestinya gak boleh terjadi hanya karena rapat yang tak terlalu penting. Padahal dengan klien saya yang lain dimana mayoritas non-muslim, saya sering minta ijin pamit shalat bila sedang ada acara pas melewati saat shalat. Bahkan kalau meeting dengan klien non-muslim ini saya “sengaja” mengatur waktunya diluar jam shalat biar tak terganggu. Yang jelas, saya tak pernah mengusulkan rapat dimulai pukul 15:00.
Yang membuat saya kesal juga hari ini adalah, semuanya ini juga karena salah saya, mengapa saya tidak “ngotot” ketika melihat dua orang (AS dan M) tak bereaksi apa-apa ketika saya ingatkan untuk shalat. Peserta rapat lainnya yakni HA, seorang wanita berhijab, juga tak merasa salah mengabaikan panggilan adzan. Astaghfirullah …!
Leave a comment