Assalamualaikum wr wb.
Di salah satu tausiyah traweh di masjid Nurul Ikhlas, sang ustad mengatakan bahwa setiap tahun kita telah menjalani ramadhan demi ramadhan dan rasanya dari tahun ke tahun sama saja, ya seperti tahun yang sudah sudah. Namun, tukasnya, sadarkah bahwa di setiap Ramadhan ada satu hal yang berbeda? Tanpa kita sadari namun tak bisa disangkal lagi bahwa umur kita selalu berkurang.
Dari pembukaan tausiyah yang singkat itu kemudian saya merenung lebih jauh lagi. Benar juga yang disampaikan pak ustad, Ramadhan tahun ini jelas mengurangi umur saya satu tahun. Setidaknya saya sudah setahun lebih dekat lagi dengan batas ajal saya bila diukur dengan Ramadhan 1432 H tahun lalu. Masalahnya, saya tak tahu dan tak akan pernah tahu kapan batas ajal saya. Kemudian saya telaah lebih jauh lagi, buat apa saya ngurusin apa yang ‘unknown’ (kematian) apalagi semua orang juga mengalami hal yang sama, tak tahu kapan akan mati. Tinggal saya telaah saja tentang apa yang saya ketahui, apa yang telah saya lalui dari Ramadhan 1432 H ke Ramadhan 1433 H.
Ternyata ini juga merupakan exercise yang menyakitkan bagi saya karena praktis tak ada kemajuan fundamental yang saya raih selama satu tahun. Misalnya dalam hal prioritas utama, mendirikan shalat – satu hal yang akan dihisab pertama kali oleh Allah SWT di Hari Perhitungan nantinya. Kalau shalat kita baik, maka amal baik lainnya akan diperhitungkan. Kalau shalatnya tidak baik, maka amalan sebaik apapun tak akan diperhitungkan. Astaghfirullah! Adakah saya melakukan peningkatan dalam mendirikan shalat? Tidak juga. Shalat saya sama saja dari Ramadhan 1432 H hingga Ramadhan 1433 H. Bacaan-bacaan shalat saya kok ya sama saja selama setahun ini; tak ada peningkatan. Allah telah memberi tenggat waktu sangat lama, satu tahun, namun tak ada peningkatan kualitas shalat yang berarti.
Dalam hal membaca dan mentaddaburi Quran, saya juga tak melihat ada kemajuan signifikan bahkan jalan di tempat. Ramadhan kali ini sudah mendekati titik akhir dan kemudian pergi tanpa pamit dan tanpa janji bakal kembali lagi kepada saya karena belum tentu tahun depan saya menjumpainya lagi. Harus saya akui sampai siang hari ini saya baru sampai suah Al Maidah ayat 41 (juz 6). Boro-boro khatam, bisa nyampe juz 7 saja sudah prestasi. Bagaimana dengan mengamalkan Al Quran? Gak juga ada prestasi. Saya masih ada maksiat dengan mata, telinga maupun mulut. Mata saya sering tergoda bujukan syetan untuk melihat sesuatu yang Allah melarangnya. Telingapun kadang saya gunakan untuk mendengarkan hal-hal berbau ghibah (gossip). Mulut saya masih mengucapkan hal yang sia-sia untuk diucapkan dan justru sebaiknya diam. Padahal, ustad lain di masjid yang sama menekankan bahwa hal terbaik dan paling mulia adalah mempelajari Al Quran dan mengajarkannya. Itu jelas firman Allah. Saya juga sadar dan percaya bahwa Allah SWT adalah pencipta saya. Mengapa saya tak pernah memprioritaskannya? Kurang yakin? Tidak juga. Sejuta alasan dengan mudah keluar dari ucapan saya, kesibukan pekerjaan dan lainnya.
Jalan panjang telah saya lalui
Prestasi menonjol menuntut ilmu Allah tak juga saya raih
Saya tak tahu apakah ke depannya masih ada jalan panjang bagi saya
Satu hal pasti, ilmu Allah itu sangat luas dan dalam
Namun itu bukan alasan untuk tidak menguasainya
Saya semakin sadar akan kekerdilan saya; sangat kerdil
Ramadhan memang kelihatannya sama setiap tahun
Namun ternyata tidak bagi saya
Bahkan Ramadhan ini rasanya makin mundur
Dan Ramadhan kali inipun tinggal beberapa hari lagi
Mampukah saya mengejar ketinggalan saya?
Wassalamualaikum wr wb.
Leave a Reply